by Egan_version1
Ini cerita tentang seorang penulis kaya yang hidupnya senang, tak pernah memikirkan kesusahan atau apapun, orang-orang yang melihatnya pasti menganggap bahwa sang penulis itu tak pernah punya masalah berarti yang pernah dia hadapi di dunia ini --dan mereka benar.
Suatu hari ia ingin menulis cerita, ia ingin membuat cerita yang bisa menyentuh hati para pembaca. Selagi ia termenung, pembantu rumahnya mengetuk kamar dan masuk untuk memberikan teh pagi hari. Si penulis berterima kasih, setelah itu si pembantu meninggalkan ruangan. Ia tak tahu apa yang mau ditulis, tapi sehabis melihat pembantunya, ia memutuskan untuk mencoba membuat cerita tentang orang miskin yang bercerita seperti ini:
Minggu, 19 Desember 2010
Minggu, 12 Desember 2010
Monster Itu Teman (part 2)
By Egan_version1
'Tak ada manusia yang bisa melihat sosok monster ini, kecuali jika ajalnya sudah tiba.' Entah kenapa, kata-kata itu sekarang terngiang-ngiang di kepalaku.
Rika bergeser mendekat sampai pundak kanannya menyentuh lengan kiriku, sambil berbisik ketakutan dia berkata, "kita bisa melihatnya..."
Aku hanya diam --tentu saja Rika juga pernah mendengarnya-- cerita tentang monster ini, yang hanya akan memperlihatkan wujudnya pada saat-saat terakhir sebelum ia mencabik habis mangsanya --mangsanya, dengan kata lain, kami berdua.
'Tak ada manusia yang bisa melihat sosok monster ini, kecuali jika ajalnya sudah tiba.' Entah kenapa, kata-kata itu sekarang terngiang-ngiang di kepalaku.
Rika bergeser mendekat sampai pundak kanannya menyentuh lengan kiriku, sambil berbisik ketakutan dia berkata, "kita bisa melihatnya..."
Aku hanya diam --tentu saja Rika juga pernah mendengarnya-- cerita tentang monster ini, yang hanya akan memperlihatkan wujudnya pada saat-saat terakhir sebelum ia mencabik habis mangsanya --mangsanya, dengan kata lain, kami berdua.
Selasa, 07 Desember 2010
Monster Itu Teman
By Egan_version1
Dalam kegelapan dia selalu mengintai, tak ada yang bisa mengalahkan rasa takut bila ia menyeringai. Sosok tubuhnya besar dan lebar, entah kenapa proporsi badannya seakan memberi kesan bahwa makhluk itu tak mempunyai leher --ia membungkuk tajam ke depan. Dari siluetnya yang memantulkan sekilas cahaya, menunjukkan bahwa ia memakai semacam baju pelindung, zirah berwarna hitam. Bukan hitam sekedar warna hitam, tapi karena bekas bercak darah yang sudah lama kering. Monster penghisap darah yang suka mencabik-cabik mangsanya --tanpa sisa.
Cetrak! Cetrak! Begitu suaranya saat berjalan lambat mengikuti mangsanya dari belakang --tapi tentu saja-- setiap kami menengok ke belakang, tak akan terlihat sesuatupun.
Dalam kegelapan dia selalu mengintai, tak ada yang bisa mengalahkan rasa takut bila ia menyeringai. Sosok tubuhnya besar dan lebar, entah kenapa proporsi badannya seakan memberi kesan bahwa makhluk itu tak mempunyai leher --ia membungkuk tajam ke depan. Dari siluetnya yang memantulkan sekilas cahaya, menunjukkan bahwa ia memakai semacam baju pelindung, zirah berwarna hitam. Bukan hitam sekedar warna hitam, tapi karena bekas bercak darah yang sudah lama kering. Monster penghisap darah yang suka mencabik-cabik mangsanya --tanpa sisa.
Cetrak! Cetrak! Begitu suaranya saat berjalan lambat mengikuti mangsanya dari belakang --tapi tentu saja-- setiap kami menengok ke belakang, tak akan terlihat sesuatupun.
Langganan:
Postingan (Atom)